ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia)

 oleh: Moch Rif'an

PENDAHULUAN
ICMI, ikatan cendekiawan MuslimIndonesia adalah organisasi cendekiawan mslm di Indonesia, yang dibentk pda tanggal 7desember 1990 disebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim dikota malang tanggal 6-8 desember 1990. dalam pertemuan tersebut Baharudin Jusuf Habibie dipilih sebagai ketua ICMI yang pertama . Pembentukan ICMI merupakan tongak terpenting dalam hubungan akonodatif antara islam dan Negara, karena dalam organisasi ini bertemulah para tokoh Islam yang ada dalam birokrasi dengan tokoh islam yang ada di luar birokrasi. Sehingga ada spekulasi yang berkembang dalam masyarakat pada saat Embrio ICMI akan lahir:
1.    apakah ini sebuah rekayasa politik pemerintah menjelang pemilu 1992
2.    apakah ada poitikal will pemerintah untuk mengakomodasi pemikiran kalangan umat islam agar kelak menjadi lebih diperhatikan dan di pertimbangkan dalam proses pembuatan kebijaksanaan nasional.  .
pembentukan ICMI menimbulakn pro dan kontra. Sebagian besar umat Islam menanggapinya dengan penuh harapan, sedangkan sebagian yang lain menanggapinya sebagai langkah mndur bahkan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Ada bebrapa alasan yang dapat dikemukakan untuk menekan harapan tresebut:
1.    ICMI adalah satu-satunya ormas keislaman yang didukung olehseluruh umat islam.
2.    dukungan bulat ini menumbangkan asumsi sementara orang bahwa umat isalm pada umumnya alergi dengan sikap aptis terhadap organisasi-organisasi formal islam. Dari pengalaman sebelumnya, PPPsebagai parpol islam tidak berhasil menyuarakan aspirasi umat.
3.    tampilnya prof. Dr. Habibie sebagai ketua umum ICMI “meruntuhkan” tradisi kepemimpinan umat yang beerasaldari “umat” sendiri. Habibie belum pernah aktif dalam pergerakan Islam. Habibie berasal dari birokrat yang sebelumnya biasanya dilawankan dengan umat isalm .


PEMBAHASAN
A.    Kelahiran ICMI
Pada awal 1990-an para mahasiswa merasa terpukul dengan adanya perpecahan dikalangan intelegensia muslim yang terus berlangsung. Pada februari 1990 mereka mengajukan gagasan untuk mengadakan symposium yang akan menyatukan para intelektual muslim dari seluruh Indonesia, symposium tersebut akan diadakan pada 29 september-1 oktober 1990 dengan tema ” sumbangsih cendekiawan Muslim menuju Era tinggal landas” gagasan tersebut secara prinsip mendapat dukungan dari rector Universitas Brawijaya, Malang dan Universitas Muhammadiyah Malang.
    Mahasiswa UniBraw yang terdiri dari Erik salaman, Ali Mudzakir, M zaenuri, Awary surya dan M.Iqbal berkeliling menemui para pembicara, diantaranya Imadudin Abdurrahim dan M.Dawan Raharjo. dari hasil pertemuan tersebut pemikiran mereka terus berkembang sehingga muncul ide untuk membuat suatu wadah cendekiawan muslim yang berlingkup Nasional. Kemudian para mahasiswa tersebut dengan diantar Imaduddin Abdurrahim, M, dawan Raharjo dan Syafi’i Anwar menghadap Meristek Prof.B.J.Habibie dan meminta beliau untuk menjadi pemimpin dan pembicara kunci pada symposium tersebut. Ahirnya habibie merespon ide symposium itu secara positif dan meminta para mahasiswa tersebut untuk mengiriminya sebuah surat dan proposal rresmi dengan dukungan secara tetulis dari para endikiawan muslim.
    Ketika para mahasiwa sedang mengumpulkan tanda tangan, Ahmad Tirto sudiro mengambil inisiatif untuk meminta Nurcholis Majid menulis sebuah kertas “posisi mengenai konsep dasar dari perhimpunan yang diusulkan dan akan diserahkan kepada Habibie dan Soeharto. Dalam makalhnya Majid menegaskan bahwa ketika Mayoritas Islam telah menerima pancasila dan UUD 1945 sebagai asas Negara Indonesia dan keberhasilan progam-progam pembangunan orde baru. Majid juga menegaskan perdebatan-perdebatan internal dalam komunitas dalam intelektual muslim telah menghambat sumbangan optimal umat islam terhadap pembangunan Nasiona, untuk mengatasi maslah tersebut ialah dengan membentuk sebuah pehimpunan para intelektual muslim sebagai Ikatan Sarjana Muslim Indonesia(ISMI).
    Setelah menerima proposal symposium dengan dukungan 49 tanda tangan para cendekiawan dan makalah Majied, Habibie kemudian menemui Soeharto, Habibie sangat terkejut dakam pertemuan selama 6 jam dengan presiden Soeharto. Soeharto malah menyuruh Habibie menerima usulan itu, Soeharto juga berjanji untuk meyakinkan bahwa mentri-mentri yang lain akan memberikan dukunganya.
    Pada tanggal 6 Desember 1990, symposium di buka oleh Soeharto dan di hadiri oleh beberapa mentri dan panglima ABRI, serta para a atas birokrasi Orde baru, peristiwa 3 hari yang bersejarah ini diikuti oleh lebih dari 500 intelektual muslim dari berbagai gerakan di seluruh di seluruh Indonesia. Pada hari kedua, sekitar 460 undangan degan membuuhkan tanda tangannya pada progam pendirian sebuah perhimpunan yang baru dan memilih BJ,Habibie sebagai ketuanya, namun perhimpunan sebelumnya di usulkan diganti nama dari “Ikatan Sarjana Muslim Indonesia” menjadi ”Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia”, dengan demikian keanggotaan perhimpunan tersebut menjadi terbuka bagi konstituen yang lebih luas dan cakupan aktivitasnya melampui batas-batas akademis.
B.    Perkembangan ICMI
1.    Habibie Sebagai Ketua
Ketika ICMI dilahirkan, banyak kalangan ketika itu menilai konstalasi politik berubah, meskipun ICMI bukan sebuah partai polotik, tetapi individu di dalamnya bnayak dikenal ketokohanya. Figur Habibie sebagai ketua ICMI adalah factor yang mesti diperhitungkan, namun posisi Habibie ketika itu menjadi jaminan bahwa kami tidak bermain api dengan penguasa. Habibie ini merupakan sebuah pisau bermata dua bagi ICMI, disatu sisi pisau itu bermanfaat bagi ICMI karena kapasitas dan kapabilitas Habibie membuat ICMI memilki payung kepemimpinan yang kuat dan berwibawa, serta memilki akses langsung kepemilik kekuasaan paling kongkrit dan luas di Indonesia. Akan tetapi disisi lain justru menjadi ancaman bagi ICMI, karena kedatangan Habibie cukup potensial untuk membuat kami menjadi terlampau mesra dengan kekuasaan, dan pada giliranya mengganggu kemandirian ICMI sebagai aktualisasi politik cendekiawan dan umat. Maksud kedepanya nanti ICMI akan independen atau tidak.
2.    Perjalanan ICMI dibawah Orde Baru
Ketika Negara orde baru berkuasa pada tahun 1966, disambut gembira oleh pemimpin-pemimpin umat islam, sebab hal ini bersamaan dengan munculnya orde baru yang terkandung harapan besar kemungkinan kembalinya umat islam dalam panggung politik nasional. Namun kenyataanya mala umat islam mengalami kekecewaan yang sangat besar dengan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru dengan mempersempit ruang gerak bagi cendekiawan muslim untuk berkiprah dalam proses pembangunan Nasional. Karena perumusan strategi pembangunan pada awal Orba sebagian besar dirumuskan oleh kalangan non muslim dan non santri dengan dukunngan dari ABRI yang memperkuat politik Orba.
Ketika dukungan ABRI kepada ORBA melemah, pemerintahan orba memiliki strategi untuk mencari dukungan lain yaitu dengan menyetujui pembentukan ICMI. Fenomena kelahiran ICMI ini mengandung kontroversi di kalangan publik terutama yang berkaitan dengan sikap pro dan kontra terhadap perlu atau tidaknya sebuah komunitas cendekiawan untuk terlibat dalam struktur kekuasaan Negara.
Mereka yang pro, memandang bahwa organisasi ICMI merupakan wadah integratif bagi kekuatan cendekiawan isalm yang ada, sehingga ICMI benar-benar merupakan rahmat bagi umat islam di Indonesia. Mereka yang pro juga mengharapkan sudah waktunya islam memainkan peran yang central dalan perpolitikan nasional, karena selama ini islam hanya berada dalam posisi pinggiran.
Mereka yang kontra tentu saja memiliki alasan tersendiri, akan tetapi alasan yang sangat menonjol adalah kecurigaan, dengan menjadikan islam sebagai wahana untuk kepentingan kelompok yang sempit dan memutar kembali waktu politik kebelakang dengan pola perpolitikan berdasarkan aliran.
ICMI telah menunjukan eksistensinya di pentas sejarah perpolitikan nasional, yang akan menjadi pemain utama di dalam menentukan kebijaksanaan Indonesia di masa depan . presiden Soeharto dalam pidato pembukaan symposium cendikiawan muslim Indonesia. Mengatakan bahwa”orang pengabdian kaum cendekiawan adalah merumuskan alternative kebijaksanaan dua strategi bagi masa depan bangsa Indonesia karena kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan , tehnologi dan ekonomi telah mendorong dinamika perubahan dunia dalam waktu yang agak cepat”. Dengan demikian, keterampilan para cendekiawan muslim untuk ikut serta menentukan arah dan sasaran pembangunan bangsa ini memmpunyai landasan yang kuat .
Dalam perkembangan ICMI seringkali terjebak oleh logika kekuasaan orba di dalam merespon persoalan keutamaan. Hal ini dapat dilihat ketidak berdayaan ICMI dalam menyuarakan serta memperjuangkan kepentingan nasib Masyarakat yang tertindas, tergusur, yang dilakukan oleh pemerintahan Orba.
3.    Prestasi Politik ICMI
Pada tahun 1992 media masa Indonesia memunculkan spekulasi mengenai proses penghijauan, ijo royo-royo(islamisasi) dalam dunia politik Indonesia, akan tetapi kenyataanya proses islamisasi ini tidaklah sebebas yang disangka oleh publik. Wakil muslim di DPR hanya meningkat 1%, dan para muslim pada fraksi Golkar di DPR meningkat 1,1% meskipun ada kenaikan akan tetapi sedikit sekali anggota ICMI diantara wakil-wakil baru muslim di DPRdan lebih sedikit lagi jumlah anggota aktifis ICMI non birokrat yang menjadi wakil baru di DPR. Soeharto ternyata sengaja tidak mengangkat aktivis ICMI non birokrat pada kabinet ini. Untuk menyenangkan hati intelegensia muslim, kabinet tersebut mengangkat sekitar 10 anggota ICMI yang berlatar belakang  birokrat. Mungkin saja para birokrat ini di angkat sebagai mentri karena latar belakang mereka atau loyalitas mereka terhadap soeharto dan keluarganya daripada karena afiliasi mereka dengan ICMI.
    Para mentri dari ICMI yang berlatar belakang birokrasi kuat, mereka sangat kuat menginternalisasikan kultur birokrasi orde baru.gambaran domain dari kultur birokratik ini dicirikan diantaranya oleh korupsi, kronisme dan bapakisma (loyalitas tanpa syarat kepada patron). Karena itulah para mentri dari ICMI lebih tidak bisa di percaya dari pada mentri ddari kalangan nasionalis sekuler, karena pengaruh dari tokoh-tokoh birokrat dalam ICMI. Sulit bagi ICMI sebagai sebuah organisasi untuk memunculkan kritisme intelektual. Hal ini tampak jelas dalam bungkamnya ICMI ketika tiga terbitan tempat editor dan detik dilarang terbit pada tahun 1999.
    Beberapa bulan setelah pembentukan cabinet pembangunan enam, Amien Rais(asisten ketua ICMI periode ‘90-’95 dan ketua dewan pakar ICMI untuk periode 1995-2000) memecah tabu politik orde baru dengan memunculakn isu mengenai suksesi presiden. Kritik yang muncul dari amien Rais terus berlanjut hingga gagasan-gagasan Amin Rais di buat dalam harian republlika di ahhir tahin 1996. Dalam artikelnya”inkonstitusional”dia mengungkap praktek eksploitatif dan korup dari industry pertambangan yang melibatkan keluarga soeharto dan menyebabkan posisi Amin Rais dalam ICMI mulai di persoalkan.
    Untuk menyelamatkan kepentingan politik kolektif  ICMI Rais sepakat untuk mengundurkan diri dari posisinya dari ketua dewan pakar ICMI pada 24 februari 1997. Beberapa bulan sebelumnya anggota ICMI terkemuka lainya yang juga anggota DPR PPP Sri Bintang Pamungkas di jatuhi hukuman penjara selama tiga tahun karena telah di tuduh melakukan penghinaaan terhadap presiden pada saat memberikan kuliah di Universitas Berlin April 1995. Rentetan peristiwa tersebut membuat soeharto dan keluarganya memusuhi para aktivis ICMI dar kalangan non Birokrat. Menjelang pemilihan umum 1997 beberapa aktivis ICMI non birokrat yang sebelumnya di calonkan sebagai wakil Golkar di DPR MPR, seperti Adi Sasono dan Dawan Raharjo di coret dari daftar.
    Situasi ini dengan cepat di manfaatkan oleh Gusdur untuk membangun kembali Aliansi NU dengan para pemegang kekuasaan orde baru. Maka hasil pemilihan umum 1998 tidak menempatkan satu wakil ICMI pun di MPR. kabinet Soeharto yang ketujuh dibentuk dari mereka yang loyal kepadanya. Termasuk Habibie yang di angkat sebagai wakil presiden. Meskipun muncul penentangan yang kuat dari fraksi utama dalam golkar dan golongan militer. Mungkin soeharto mengangkat habibie sebagai wakil presiden karena anggapan yang mengenai kenaifan politik Habibie yang tidak akan mengancam posisi Soeharto. Disamping itu Soeharto juga tidak mau berbagi kekuasaan dengan intelektual kritis ICMI. Jadi sampai kabinet terahir Soeharto. Para aktivis ICMI yang berlatar belakang non birokrat tetap gagal meraih posisi politik dalam kekuasaan orde baru melalui ICMI. Kegagalan ini lah yang menjadi katalis bagi mereka terhadap gerakan reformis. 
4.    ICMI dan Runtuhnya Orde Baru
Ketika mulai muncul demonstrasi mahasiswa yang mendukung gerakan reformasi, orang-orang seperti Adi Sasono, Dawam Raharjo dan Achmad Tirto sudiro bergabung dengan Amien Rais untuk mendukung perubahan. Achmad Tirto Sudiro (ketua ICMI setelah Habibi diangkat menjadi wakil npresiden), memberikan pernyataan public bahwa demonstrasi tidak boleh dilarang. Pada tanggal 6 Mei ICMI secara resmi mengadakan jumpa pers tentang tuntutan public mengenai perlunya reformasi, tak boleh ada kelompok manapun yang berusaha untuk mencegah untuk di adakanya siding luar biasa MPR/reshuffle cabinet. Secara eksplisit tanggal 14 Mei pernyataan Soeharto di Mesir mengeai kesediaanya untuk mengundurkan diri .
Amien Rais menjadi icon dari Gerakan perlawanan. Dukungan utama baginya datang dari generasi ke enam Intelegensia Muslim terutama mereka yang berafiliasi dengan kesatuan aksi mahasiswa muslim Indonesia(KAMMI), tanggal 12 mei 1998 dia memimpin pembentukan sebuah front perlawanan yaitu Majelis Amanat Rakyat(MAR) yang beranggoata 55 informis terkemuka yang mewakili sepktrum luas dalam masyarakat. Pada saat yang hamper bersamaan, Nurcholis Majid menyusun proposal alih kekuasaan ssecara damai dan mengadakan, jumpa pers, Majid mengusulkan pemilu mendatang harus memilih DPR & harus di majukan dari th 2003 ke januari 2000, siding luar biasa MPR dan pemilihan Presiden harus diadakan pada April 2000. Dia juga mendesak adanya permohon formal dari Soeharto dan pengambilan harta kekayaan keluarga Soeharto yang di dapat dari cara-cara yang tidak benar.
Soeharto berusaha mengulur-ulur waktu. Pada tanggal 19 Mei dia mengundang Sembilan pemimpin muslim tapi tanpa Amien Rais untuk datang ke Istana Merdeka. Dalam pertemuanya dengan pemimpin islam, Soeharto tampaknya melakukan uasaha terakhir untuk melakukan taktik devide et impera yang sudah menjadi ciri khas kekuasanya. Dalam pertemuanya dengan pemimpin Islam Soeharto menolak ide dari salah satu delegasi muslim yang mengusulkan perpindahan kekuasaan kepada wakil presiden karena kapasitas Habibie yang meragukakn, setelah memper oleh berbagai desakan, akhirnya Soeharto mulai mempertimbagkan perpindahan kekuasaan kepada wakil presiden. Pengunduran diri Soeharto dan naiknya Habibie sebagai penggantinya melahirkan struktur peluang politik yang baru. Akhirnya situasi seperti ini member kesempatan bagi figure-figur ICMI yang memiliki latar belakang non-Birokrat. Pada akhirnya kalangan ICMI non-Birokrat memiliki wakilnya  di Birokrat .
5.     Kemunduran ICMI
Setelah BJ.Habibie lengser maka banyak kalangan muda yang mengalami kemunduran. Hal ini diduga karena kaderisasi intern tidak berjalan dengan baik, bahkan hampir ICMI tidak ada kader sama sekali. Disamping tidak adanya kader sama sekali dari kaum cendikiawan, juga terdapat factor lain yaitu kader muda ICMI yang ingin mengusung perubahan tidak dapat berbuat banyak karena mengingat di belenggu oleh struktur organisasi ICMI tua yang tak mau berubah. Kemunduran ICMI ini banyak di akui oleh kalangan cendikia. Oleh Karena itu maka para kalangan muda berharap agar dengan lahirnya ICMI muda maka kemunduran akan dapat bangkit kembali. Dengan lahirnya generasi cerdas dalam kultur terbuka dan lebih demokratis ditambah dengan lebih bersifat kritis dan konsisten dari cendikia muda.
SIMPULAN
Cita-cita yang telah lama diidamkan oleh bebrapa tokoh muslim untuk mendirikan sebuah perhimpunan intelektual muslim akhirnya menemukan peluang politik, yang menguntungkan bagi umat islam. Disamping umat islam yang untung, Soeharto memanfaatkan keadaan ini untuk mendapatkan mitra setrategis baru sebagai kompensasi ats kemungkinan merosotnya dukungan unsure-unsur militer terhadapnya.
Mengapa Habibie dipilih sebagai ketua ICMI padahal Habibie hanyalah sebagai seorang ilmuan Indonesia terkemuka dan juga seorang muslim yang tak pernah terlihat sebagai seorang aktivis, sebagaimana yang disarankan oleh Alamsyah Prawira Negara kepada Abdul Rohim bahwa Habibie adalah figure yang cocok sebagai ketua perhimpunan karena kedekatan hubunganya dengan Presiden, akan sangat berguna dan berdampak positif bagi perhimpunan tersebut.

Comments

Popular Posts