Bom Bali
BOM BALI
Makalah
ditujukan untuk memenuhi tugas matakuliah:
ISLAM RADIKAL
Dosen pembimbing:
Prof. Dr.
Syafiq Mughni, MA.
Drs. Lilik
Zulaicha, M. Hum.
Oleh:
M. Rif’an
A02209034
JURUSAN
SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS
ADAB
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SUURABAYA
2011
Pendahuluan
Istilah
terorisme memang masih tergolong “baru”. Istilah ini pertama kali muncul pada
1789i dalam the dictionairre of the academicfrancaise “System, regime de
terreur”. Istilah pada waktu itu memmilliki konotasi positif, yaitu aksi-aksi
yang dilakukan untuk menggulingkan penguasa yang lalim.
Pada
dasarnya praktek-praktek terorisme sudah terjadi pada abad 66-67 SM, ketika
kelompok ekstrim yahudi melakukan berbagai aksi teror termasuk didalamnya aksi
pembunuhan terhadap bangsa romawi yang menduduki wilayah mereka. Sejak saat itu
aksi-aksi terorismeberkembang di berbagai belahan dunia, yang melibatkan
beragam etnik dan agama terus terjadi.
Aksi
terorisme di Indonesia memiliki frekwensi yang meningkat setelahkeruntuhan
pemerintahan orde baru. Hal itu terlihat dari adanya aksi pengeboman di
sejumlah kota seperti: Jakarta, Medan, Surabaya, Makasar dan kotalainya.
Diantara aksi terorisme yang paling menyentuh adalah kasus Bom Bali 12 October
2002, yang ditujukakn kepada bangsa barat oleh para pelakunya.
Studi
yag dilakukan oleh Pusdehammengkaji secara khusus implikasi bom bali terhadap
kehidupan pesantren di jawa timur. Pesantren memang salah satu institusi
pendidikan yang paling penting, jumlahnya juga cukup banyak. Lebih dari itu,
pelaku bom bali memmiliki keterkaitan dengan pesantren. Setelah tertangkapnya
pelaku bom bali, banyak memunculkan pertanyaan. Ada apa dennagan dunia
pesantren?, apa hubungan pesantren dengan teroris?[1].
Pembahasan
Bom
Bali
I.
Islam
dan Radikalisme
Kehadiran pesantren di Indonesia mampu menjadikan penganut
islam di indonesia relatif resisten terhadap penngaruh agama yang di bawa oleh
penjajah. Perlawanan-perlawanan lokal terhadap penjajah. Tidak sedikit yang di
motori oleh orang-orang dari pesantren. Hal ini tidak berarti bahwa pesantren
memiliki potensi bagi lahirnya terorisme. Terorisme agama bisa muncul dari
orang-orang atau kelompok-kelompok yang mendalami agama, tetapi itu tidak harus
datang dari pesantren. Terorisme agama muncul akibat adanya pemahaman keagamaan
yang bercorak scriptual, yakni berdasarkan teks sematatanpa mengaitkanya degan
konteks. Pemahaman yang seperti itulah yang melahirkan sikap fanatik dan
militan yang berujung pada pandangan hanya dia saja yang paling benar.
Sikap seperti ini belum cukup melahirkan teroris, tetapi
sikap itu akan mengarah kepada aksi terorisme ketika terdapat lingkungan sosial
politik yang di anggap menekan dan tidak benar. Lingkungan tersebut terkategori
sangat buruk sehingga harus dilenyapkan dan digantikan dengan oleh lingkungan
sosial politik yang benar-benar diberirahmat oleh tuhan[2].
Mark Juergens Meyermembedakan tiga jenis gerakan ke agamaan
yang bisa mengarah kepada aksi terorisme:
a.
Nasionalisme
Etnick Keagamaan: Gerakan keagamaanyang berpadu
dengan Etnik untuk mewujudkan suatu negara atau kelompok tertentu.
b.
Nasionalisme
Ideologis Keagamaan: kelompok ini menjadikan agama
sebagai ideologi yang berlawanan dengan ideologi yang sedang berkembang disitu.
c.
Nasionalisme
Etnik-Ideologi keagamaan: kelompok ini menggabungkan
antara aspek etnik dan ideologi yang di balut unsur keagamaan di dlam
gerakanya.
Ada du variabel penjelas utama untuk memahami munculnya
gerakan-gerakan radikal di kalangan islam, yaitu faktor dari dalam islam
sendiri dan faktor dari luar. Faktor dari dalam ini lebih banyak berkakitan
dengan penafsiran konsep jihad yang dipahami oleh sebagian penganut islam. Implementasi
konsep jihad lebih banyak dipahami sebagai perang suci. Jihad dipahami sebagai
kewajiban setiap muslim untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui
kekuatan dan perang. Akibatnya, banyak kaum muslim yang rela sebagai mortir
untuk melakukan perang atas nama agama. Sedangkan faktor dari luar bisa dalam
bentuk reaksi terhdapmodernisasi yang dilakukan oleh barat terhadap dunia islam
. bisa juga, berasaldari dorongan sosial ekonomi internasional yang dianggap
tidak adil bagi kaum muslim[3].
II.
Kronnologi Bom Bali
Bom Bali terjadi pada malam hari
tanggal 12 Oktober
2002 di kota kecamatan Kuta
di pulau Bali,
Indonesia,
mengorbankan 202 orang dan mencederakan 209 yang lain, kebanyakan
merupakan wisatawan asing. Peristiwa ini sering dianggap sebagai peristiwa terorisme
terparah dalam sejarah Indonesia.
Beberapa orang
Indonesia telah dijatuhi hukuman mati karena peranan mereka dalam pengeboman
tersebut. Abu Bakar Baashir, yang diduga sebagai salah
satu yang terlibat dalam memimpin pengeboman ini, dinyatakan tidak bersalah
pada Maret 2005
atas konspirasi serangan bom ini, dan hanya divonis atas pelanggaran
keimigrasian.
Pengeboman
Bali 2005
adalah sebuah seri pengeboman
yang terjadi di Bali
pada 1 Oktober
2005. Terjadi tiga pengeboman,
satu di Kuta
dan dua di Jimbaran
dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.
Pada acara
konferensi pers, presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan
telah mendapat peringatan mulai bulan Juli 2005 akan adanya serangan terorisme
di Indonesia. Namun aparat mungkin menjadi lalai karena pengawasan adanya
kenaikan harga BBM,
sehingga menjadi kurang peka.
Inspektur
Jenderal Polisi Ansyaad Mbai, seorang pejabat anti-terorisme
Indonesia melaporkan kepada Associated
Press bahwa aksi pengeboman ini jelas merupakan "pekerjaan
kaum teroris".[5]
Serangan ini
"menyandang ciri-ciri khas" serangan jaringan teroris Jemaah
Islamiyah, sebuah organisasi yang berhubungan dengan Al-Qaeda,
yang telah melaksanakan pengeboman di hotel Marriott, Jakarta pada tahun 2003, Kedutaan Besar
Australia di Jakarta pada tahun 2004, Bom Bali 2002,
dan Pengeboman Jakarta 2009. Kelompok teroris Islamis
memiliki ciri khas melaksanakan serangan secara beruntun dan pada waktu yang
bertepatan seperti pada 11 September 2001.
Pada 10 November
2005, Polri menyebutkan
nama dua orang yang telah diidentifikasi sebagai para pelaku:
- Muhammad Salik Firdaus, dari Cikijing, Majalengka, Jawa Barat - pelaku peledakan di Kafé Nyoman
- Misno alias Wisnu (30), dari Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah - pelaku peledakan di Kafé Menega
Kemudian pada 19 November
2005, seorang lagi pelaku bernama Ayib Hidayat (25), dari Kampung Pamarikan, Ciamis, Jawa Barat
diidentifikasikan.
III.
Hubugan pelaku Bom Bali dengan NII
Negara Islam
Indonesia (NII) sedang jadi sorotan. Tak hanya diduga terkait hilangnya dan
praktek pemerasan, organisasi ini juga disebut-sebut terlibat jaringan teror.
Meski belum ada bukti kuat, Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan,
Tubagus Hasanuddin mengungkapkan ada keterkaitan antara NII dengan pelaku aksi
teror bom. Yang dia maksud adalah Iqbal, bomber Bom Bali 2002.
Iqbal adalah
pelaku bom bunuh diri di Paddy's Cafe, Kuta 12 Oktober 2002. Dalam surat
wasiatnya, Iqbal menyerukan agar keturunan DI/TII membangun kembali kejayaan
NII yang digagas oleh Kartosoewiryo. "Suratnya memang isinya seperti itu,
menerangkan bahwa ada perlawanan-perlawanan yang diharapkan dari
keturunan-keturunan," ujar Tubagus di DPR RI, Jakarta, Kamis 28 April
2011. Untuk diketahui, kala itu, Tubagus berdinas di TNI, Ia lalu mengutip isi
pesan terakhir iqbal: "Ingat wahai para mujahidin, imam kita Sekarmaji
Marijan Kartosoewirjo dulu waktu membangun dan menegakkan sekaligus
memproklamirkan kemerdekaan NII dengan darah dan nyawa para syuhada, bukan
dengan berleha-leha, santai-santai seperti sekarang. Kalau kalian benar ingin
membangun kembali kejayaan NII yang hari ini terkubur, siramlah dengan
darah-darah antum agar antum tidak malu dihadapan Allah nanti padahal kalian
mengaku sebagai anak-anak dari DI/TII."
NII ada
hubungannya juga dengan para syuhada yang ikut pergi 'berjihad' misalnya ke
Moro, Afghanistan, dan lain sebagainya. Data mengenai nama-mana keturunan
DI/TII dan di mana keberadaan mereka itu pun sudah ada.
IV.
Pelaku Bom Bali
Dari banyak kalngan termasuk Comander Steven Jackson dari
AFP, menyatakan bahwa “dari informasi yang kami terima, mengindikasikan bahwa
orang atau kelompok yang bertanggung jawab atas serangan 12 october 2002 adalah
sangat terlatih dan terkoordinasi”[4].
Dalam pencarian pelaku pengae boman di bali terjadi silang
pendapat. AS dan sekutunya menunjuk Jamaah Islamiyah bahkan mengaitkanya
jaringan Al-Qaedah. Tuduhan AS terssebut telah menjadi kontroversi di indonesia
yang mayoritas penduduknya muslim. Tapi justru tuduhan tersebut malah menjadi
dasar kecurigaan sebagian kalangan akan keterlibatan AS dalam operasi tersebut.
Pandangan tersebut vbanyak di kemukakan aktivis islam,
diantaranya adalah Z.A Maulani dan Soeripto. Mereka berpandangan tersebut
karena melihat banyak kejanggalan. Sebelum bom meleda k ada kapal AS dan
Australia berlabuh di pelabuhan Benoa, Bali. Menurut mereka bom yang digunakan
masuk dalam micro nuke atau di kenal
dengan special atomic demolition (SADM)
yang bahan bakunya adalah Plutonium dan Uranium. Negara-negara yang memilii
SADM adalah AS, Inggris, Prancis, Israel dan Rusia. Menurut Joe Vialls seorang
ahli bahan peledak mengatakan bahwa tak ada satupun negara muslim yang memiliki
bom jenis ini[5].
Dari asumsinya tersebut Soeripto menujuk tiga organisasi
intelejen yang mungkin terlibat kasus bom bali, yang mungkin juga beroperasi di
Indonesia yang mempunyai skala operasi tinggi dan global. Yaitu: CIA, M16 dan
MOSSAD. Jadi tujuan akhirnya untuk menggiring Indonesia masuk perangkap barat
agar ikut ambil bagian dalam kam panye dan peranhgf global terhadap terorisme
versi barat[6].
[1] Kacung Marijan dan Bahtiar Efendy, Islam Lunak Islam Radikal,
pesantren, Terorisme, dan Bom Bali. PusDeHAM dan JP Press Surabaya: Nopember,
2003. Pengantar hlm V-X
[2] Ibid hlm X-XII
[3] Ibid. Muhammad Asfar. hlm 46-48
[4] Ibid. Kompas 2 Nopember 2002
[5] Ibid. Republika 17 October 2002
[6] Ibid. Jawa Pos 14 oktober 2002. Hlm 161
Comments