Resum Filsafat Sejarah
di postkan oleh: Mochammad Rif'an
Pandangan Santo Agustius tentang gerak
sejarah
Menurut agustinus gerak sejarah itu Linier, dalam
pandanganya tentang gerak sejarah, Agustinus menolak teori siklus karena
menurutnya sejarah merupakan “wujud kehendak tuhan”, manusia hanya menerima
nasib dari tuhan dan menjalankanya. Iniartinya manusia tidak memiliki kendali
atas hidupnya, hidup manusia hanya berjalan lurus mengikuti nasib yan
gdiberikan oleh tuhan. Dalam hal ini gerak sejarah menjadi linier.
Agustinus berpendapat demikian karena dia mengambil
kesimpulam dari perjalanan hidupnya yang keras, yang pada akhirnya dia kembali
kepada ajaran Kristen dan banyak terpengaruh oleh pikiran-pikiran paus dan
pendeta, sehingga membuatAgustinus menjadi seorang yang sangat religius.
Pandangan Agustinus yang terpengaruh ajaran Kristen mengenai geark sejarah:
- Ajaran Kristen
Adam (dosa asal) penebusan dosa surga
- Gerak sejarah Agustinus berdasarkan riwayat hidup manusia
bayi kanak-kanak pemuda kejantanan dewasa tua
Adam penebusan dosa atau
penentuan baik dan buruk Kiamat:
surga/neraka
Dalam teori sejarah Agustinus terdapat kejanggalan, yaitu: seakan-akan
dalam teorinya menerima siklus tetapi dalam kenyataanya dia menolak siklus.
Kalau kita lihat dari pandangan Agustinus yang banyak terpengaruh ajaran
Kristen, gerak sejarah itu pasti Linier tetapi kalu kita melihat pandangan
Agustinus berdasarkan huku Fatum Yunani gerak sejarah itu pasti Siklus. Mengapa
demikian, dalam contoh yang dibawakan Agustinus mengenai fase hidup manusia,
dia menggunakan patokan hukum fatum yunani, artinya manusia dikuasai oleh
alam atau manusia menjalani hidupnya
berdasarkan hukum alam. Intinya manusia hanya menerima nasib dari tuhan tetapi
dalam prosesnya manusia menjalani hidupnya menggunakan hokum alam. Jadi teori
gerak sejarah menurut Agustinus tetap Linier tetapi juga menggunakan teori
Siklus, bias juga dikatakan perpaduan antara teori Linier dan Siklus.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang gerak sejarah
teori gerak sejarah Ibnu
Khaldun banyak ditafsirkan olaeh para Khaldunian dalam berbagai makna, berikut
adalah penjelasanya:
Pertama, menyebutkan bahwa gerak sejarah menurut
Ibnu Khaldun adalah Gerak Siklus.
Kelompok ini diwakili oleh al-Jabiri, al-Sharqawi, al-Faruqi dan Simon.
Al-Jabiri misalnya mengatakan bahwa filsafat sejarah Ibnu Khaldun adalah
filsafat siklus (taraju’) yang berbeda dengan filsafat sejarah Eropa yang
bercorak progresif (taqaddum). Hal ini karena Ibnu Khaldun telah menyaksikan
berbagai perubahan yang silih berganti disetiap daerah pada masa hidupnya.
Ketika perubahan-perubahan itu mengarah kepada putarannya, bukan kepada
kamajuan, meka ia menafsirkan sejarah secara siklus, bukan progresif.
Dalam
kaitan dengan teori siklus sejarah, maka perlu dikemukakan bahwa teori tersbut
didasarkan pada asumsi bahwa sejarah berkembang sesuai hukum kealaman.
Kepercayaan bahwa sejarah berkembang sesuai dengan hukum- hukum kealaman mulai
muncul pada akhir abad 19. Diantara tokoh yang paling penting dalam aliran ini
adalah Oswald Spegler, seperti yang telah tergambar dalam bukunya yang berjudul
Decline of the west. Dalam terori ini sejarah merupakan akumulasi kebudayaan
manusia yang melalui tahap tumbuh, berkembang dan mengalami kehancuran. Menurut
Khaldun Negara manapun setiap mencapai puncak kejayaan dan kebudayaannya akan memasuki usia senja
dan mengalami keruntuhan untuk kemudian digantikan Negara baru.
Kedua, adalah kelompok yang menyatakan bahwa
gerak sejarah menurut Ibnu Khaldun adalah berpangkal kepada kehendak Tuhan.
Dalam pandangan Imam Barnadib, gerak sejarah menurut Ibnu Khaldun merupakan
keseimbangan antara kehendak Tuhan dan usaha manusia. Usaha manusia dapat
menghasilkan perubahan bagi kehidupannya. Usaha ini tentunya berjalan sesuai
dengan kehendak Tuhan. Namun, orientasi dari jalannya sejarah adalah untuk
kehidupan dunia, bukan akhirat. Oleh karena itu, tujuan akhir dari perjalanan
sejarah menurut Ibnu Khaldun adalah untuk menyadarkan masyarakat agar dapat
mencapai kemajuan hidup yang baik di dunia.
Sedangkan kelompok ketiga,
mengungkapkan bahwa gerak sejarah menurut Ibnu Khaldun bukanlah Siklus ataupun
Linier. Menurut al-Khudairi, perkembangan sejarah dalam pandangan Ibnu Khaldun
tidaklah berupa lingkaran atau garis lurus, tapi merupakan bentuk spiral. Akan
tetapi bentuk spiral ini mengambil corak dialektis, yaitu bahwa sejak
penciptaannya, dalam diri makhluk hidup telah terdapat benih-benih kematian (kehancuran)
dan perkembangan yang tak dapat dihentikan. Pada akhirnya ia akan kembali
kepada kematian yang pasti.
Demikianlah ketiga kelompok
pemikiran itu telah berbeda pendapat seputar gerak sejarah menurut Khaldun.
Kini Timbul pertanyaan, dari ketiga kelompok itu manakah yang dianggap paling
mendekati kepada maksud Ibnu Khaldun tentang teori gerak sejarahnya. Toto
Suharto mengutarakan pendapatnya dengan jelas bahwa teori gerak sejarah yang
paling mendekati kepada maksud Ibnu Khaldun diantara tiga pendapat Khaldunian
adalah sejarah menurut Ibnu Khaldun mengambil bentuk spiral dengan corak
dialektis. Ia akan mengalami suatu proses siklus menuju evolusi dan progress,
sehingga membentuk spiral. Akan tetapi, oleh karena kehancuran sebuah dinasti
berarti berdirinya dinasti baru, maka sejarah mengambil corak yang dialektis.
Pandangan Karl Marx tentang gerak
sejarah
Sejarah
dalam pandangan karl marx bersifat progres/linier. Disebutkan dalam manifesto
komunis bahwa sejarah umat manusia dulu dan kini adalah merupakan sejarah
pertentangan kelas dimana motor perubahan dan perkembangan masyarakat adalah
pertentangan antar kelas. Fase perkembangan sejarah masyarakat menurut Marx
dimulai dari mesyarakat komunal primitive, masyarakat feodal, masyarakat yang
sistemnya kapitalisme, masyarakat sosialis dan terakhir adalah masyarakat
komunis.
Pandangan Hegel tentang gerak sejarah
Apa
yang benar, bagi Hegel, adalah perubahan itu sendiri. Oleh karenanya, konsep
filsafatnya menjadi amat relatif dan bersifat historis. Mulai dari sinilah,
lalu istilah “sejarah” begitu populer dalam filsafat Hegel. Hegel percaya bahwa
sejarah adalah kepastian absolute yang akan diperoleh dengan mengkompromikan
perbedaan-perbedaan ke dalam satu sistem integral yang dapat mewadahi
segala-galanya. Hegel ingin meleburkan berbagai perbedaan dalam sistem
metafisiknya ke dalam satu sintesis universal, yakni Aufhebung. Aufhebung ini
dapat berupa apa saja: Negara, Masyarakat, Pasar, atau institusi apa pun yang
merupakan kompromi dari perbedaan-perbedaan. Hegel membayangkan adanya suatu
sistem yang secara metafisik dapat memayungi segala anasir yang berbeda dan
merangkulnya menjadi satu. Penalaran dialektis Hegel ini melihat perbedaan
sebagai ancaman yang harus ditanggulangi dengan mengintegrasikannya ke dalam
suatu pola yang koheren dan stabil. Dalam pandangan Hegel,
kemungkinan-kemungkinan direpresi sedemikian rupa dengan menyajikan gambaran
yang sepenuhnya pasti tentang masa depan. Hegel sendiri memandang filsafat dan
metafisika haruslah memberi kepastian kepada manusia modern. Kepastian ini
diperlukan agar mereka dapat melangkah menuju masa depan dengan langkah yang
tepat dan terukur.
Pandangan Oswald Spengler tentang gerak
sejarah
Oswald
Spengler yakinan bahwa gerak sejarah itu ditentukan dengan nasib. Untuk
mengupas gerak sejarah itu Oswald Spengler mengemukakan sebuah teori yang pada
intinya dengan teorinya itu Oswald Spengler berpendapat bahwa sebuah kehidupan
suatu kebudayaan sama saja dengan peri kehidupan manusia.Timbullah persamaan
itu disebabkan karena baik kebudayaan maupun kehidupan manusia dikuasai oleh
hokum siklus. Sejarah manusia adalah catatan siklus naik-turun tidak berkaitan
Budaya Tinggi. Budaya ini dalam realitas kehidupan super-bentuk, yaitu, mereka
organik di alam, dan seperti semua organisme harus melewati fase
lahir-hidup-mati.
Pandangan Toynbee tentang gerak sejarah
Toynbee
dalam bukunya monumental yang mengulas tentang peradaban manusia, A Study of
history sejumlah 12 jilid antara tahun 1934-1961 yang menuliskan tentang sebuah
metahistory yang ada dalam peradaban yang mencakup kemunculan, pertumbuhan dan
kehancurannya. Sejarah manusia yang dikemukakan Toynbee adalah suatu lingkaran
perubahan berkepanjangan dari peradaban: lahir, tumbuh, retak, dan hancur.
Kaitannya dengan gerak sejarah, Toynbee menyatakan bahwa sejarah manusia sama
halnya dengan konsep peradaban, mengalami siklus, mulai dari kemunculan sampai
pada kehancuran. Kemunculan peradaban, pertumbuhan, dan kehancuran peradaban
ada satu benang merah yng mengaitkannya, yaitu adanya kalangan yang memegang
pengaruh. Dari kemunculan peradaban dan pertumbuhannya ada istilah minoritas
kreatif yang menjadi penentu peradaban dan massa. Pada fase kemunduran, yang
disebabkan mandek-nya kaum minoritas kreatif dalam menaggapi tantangan secara
tepat melalui inovasi, ada istilah minoritas dominan yang menyelewengkan
kekuasaannya. Pelajaran yang dapat diambil dari pemikiran Toynbee adalah bahwa
kehancuran dimulai dari mandulnya kreativitas manusia. Selain itu Toynbee juga
mengingatkan kita kepada hasil studinya yang menyatakan tak ada peradaban yang
kebal terhadap kemerosotan tetapi, ada upaya yang bisa dilakukan untuk tetap
menjaga eksistensi dengan mengembangkan inovasi dan kreativitas.
Comments